Cerita Meiseti Awan, Lulusan DBS Foundation Coding Camp yang Belajar Teknologi untuk Membangun Learning Management System di Sekolah
Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mengabdi pada bangsa. Ada yang berkontribusi dengan menjadi tenaga kesehatan di daerah terpencil, ada pula yang memutuskan untuk mencerdaskan generasi penerus dengan menjadi guru, seperti Meiseti Awan (27). Pria asal Kabupaten Purbalingga ini adalah seorang Guru Fisika di SMAN 1 Purbalingga sekaligus bagian dari tim IT di sekolah.
Memutuskan untuk belajar di DBS Foundation Coding Camp 2023, Meiseti bercita-cita untuk memajukan sekolah dari segi teknologi. Setelah lulus dari program tersebut, Meiseti mengembangkan learning management system (LMS) di sekolah tempatnya bekerja.
Bagaimana cerita perjalanan belajar Meiseti selama menempa diri di DBS Foundation Coding Camp 2023? Mari kita baca selengkapnya!
Berangkat dari Keluarga yang Sederhana
Terlahir sebagai anak terakhir dari empat bersaudara, Meiseti berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Kedua orang tuanya bekerja serabutan. Tinggal di dekat area tambang pasir dan batu di Sungai Klawing, ayah dan ibu Meiseti sering mengais rezeki dari sana. Batu dan pasir kali yang kedua orang tua Meiseti jual setidaknya bisa menghidupi keluarga Meiseti dari hari ke hari.
Keterbatasan ekonomi yang dihadapi oleh keluarga Meiseti membuat kedua orang tuanya hanya bisa menyekolahkan ketiga kakak Meiseti hingga SMP. Lulus sekolah menengah, mereka biasanya bekerja dan berkeluarga. Beruntung, Meiseti memiliki nasib yang berbeda dari ketiga kakaknya. Ketiga kakak Meiseti bekerja keras agar si bungsu dapat meneruskan pendidikan hingga SMA.
Melihat keluarganya telah melakukan banyak pengorbanan demi pendidikannya, Meiseti ingin membuat mereka bangga dengan giat belajar. Prestasi belajar yang Meiseti hasilkan membuatnya bisa meraih beasiswa pendidikan yang meringankan beban kakak-kakaknya. Lulus SMA, Meiseti kembali mendapatkan beasiswa Bidikmisi (sekarang KIP Kuliah) untuk melanjutkan studi ke Universitas Negeri Semarang, Pendidikan Fisika.
Keberhasilan Meiseti melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi membuat kedua orang tuanya berharap putra bungsunya dapat mengubah nasib ekonomi keluarga di masa depan. Meiseti memegang teguh harapan kedua orang tuanya itu dan ingin mewujudkannya suatu hari nanti.
Pendidik Fisika yang Tertarik Belajar Teknologi
Meski memilih untuk berkuliah di jurusan Pendidikan Fisika, Meiseti selalu memiliki ketertarikan tersendiri pada teknologi. Minat tersebut sudah ada sejak ia masih duduk di kelas dua SMP. Saat itu, ia sering menggunakan ponsel kakaknya untuk berkomunikasi dengan teman sekelasnya mengenai tugas. Sering mengotak-atik perangkat tersebut membuat Meiseti menyukai hal-hal yang berkaitan dengan teknologi.
Ketertarikan itu terus ada hingga akhirnya ia berkuliah di Universitas Negeri Semarang. Saat itu, Meiseti bertemu dengan mata kuliah Dasar-Dasar Pemrograman. Minatnya terhadap teknologi membuat Meiseti betah menghabiskan waktu untuk mempelajari PHP dan pembuatan web sederhana. Kecintaannya terhadap teknologi terus ia jaga hingga akhirnya lulus dan menjadi Guru Fisika di SMAN 1 Purbalingga.
Baru delapan bulan mengajar di sekolah tersebut, pandemi melanda dan pembelajaran jarak jauh pun dilakukan. Hal itu membuat Meiseti tergerak untuk mengadopsi teknologi bagi proses pengajaran di sekolah tempatnya bekerja. Ia segera mencari solusi efektif untuk mewujudkan keinginannya, yakni mengembangkan teknologi pembelajaran jarak jauh.
Proses riset itu terus berlangsung hingga akhirnya tahun ajaran baru tiba. Tepat pada waktu itu, Meiseti mendapatkan tantangan dari pihak sekolah untuk mengembangkan learning management system (LMS).
Belajar Back-End Development di DBS Foundation Coding Camp 2023
Ingin memajukan sekolah dari segi teknologi, Meiseti menerima tantangan tersebut dan menyampaikan kepada pihak sekolah bahwa ia akan membangun sendiri e-learning server berbasis Moodle.
Nekat mengambil keputusan tersebut, Meiseti menyadari bahwa ia belum memiliki pengetahuan mengenai back-end development sama sekali. Itulah yang mendorong Meiseti untuk belajar lebih banyak agar bisa sukses membangun LMS sesuai dengan keinginan sekolah.
Agar LMS tersebut dapat segera hadir, Meiseti mendaftarkan diri ke program DBS Foundation Coding Camp 2023 dan memilih alur belajar Back-End Developer. Ia merasa program ini dapat membekalinya dengan ilmu back-end yang diperlukan untuk membangun sistem pembelajaran yang diinginkannya.
Berhasil diterima sebagai peserta DBS Foundation Coding Camp, Meiseti mengakui bahwa ia menikmati proses pembelajaran dalam program tersebut, baik yang berjalan secara mandiri, sesi mentoring bersama para ahli, maupun sesi live.
Meski menyeimbangkan waktu antara mengajar di sekolah dan belajar di DBS Foundation Coding Camp merupakan tantangan tersendiri baginya, Meiseti rela mengalokasikan waktunya di akhir pekan agar bisa terus berprogres pada program belajar ini.
“Buat saya, bagian terbaik dari belajar di DBS Foundation Coding Camp adalah konten pembelajaran yang disajikan sangat mudah dimengerti dan menyenangkan. Selain itu, saya juga mendapatkan kesempatan untuk praktek. Kemudian, saya merasa materi yang disampaikan secara tertulis melalui modul sangat menunjang pembelajaran,” ungkap Meiseti.
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Meiseti pun bercerita tentang bagaimana live session yang diadakan oleh DBS Foundation Coding Camp membantunya mengonfirmasi pengetahuan yang sudah ia peroleh melalui belajar mandiri. Keberadaan mentor juga bermanfaat untuknya saat ia kesulitan mengerjakan tugas.
Lulus DBS Foundation Coding Camp, Meiseti Siap Membangun LMS
Setelah melewati 200 jam belajar back-end dari tingkat dasar hingga menengah, akhirnya, Meiseti berhasil lulus. Dari DBS Foundation Coding Camp, Meiseti mendapatkan berbagai hal, mulai dari paradigma back-end hingga cara melakukan pengujian program menggunakan Postman. Hal yang ia peroleh dari program ini sangat membantunya dalam melanjutkan proses pembangunan LMS yang sudah ia rencanakan.
“Saya ingin LMS SMAN 1 Purbalingga tidak hanya bisa digunakan untuk mengumpulkan tugas dan materi, tetapi juga dapat dimanfaatkan secara luas oleh pihak sekolah sebagai basis data pendidikan,” katanya.
Selain hal yang disebutkan di atas, Meiseti juga berkeinginan agar LMS-nya dapat menangani masalah yang sering terjadi saat ujian daring serentak karena kapasitas server yang tidak dapat teroptimasi. Ingin LMS-nya dapat menjadi media pembelajaran yang interaktif, Meiseti juga berencana menambahkan teknologi kecerdasan buatan atau AI ke dalam LMS-nya kelak.
“Saat ini, LMS yang saya bangun berbasis Moodle dan menggunakan hosting di digitalocean (SGP). Untuk efisiensi anggaran, saya menerapkan arsitektur mikroservis pada LMS tersebut. Kini, LMS saya sudah bisa dipakai tidak hanya untuk mengumpulkan tugas dan mengarsipkan materi, tetapi juga dapat digunakan untuk melaksanakan penilaian harian secara daring, presensi siswa, dan bisa mengarsipkan dokumen sekolah lainnya,” ujarnya.
Keberhasilannya membangun LMS sekolah secara bertahap membuat Meiseti ingin agar rekan-rekan pendidiknya dapat mengikuti jejaknya. Ia berharap para pendidik bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang begitu cepat agar proses belajar mengajar dapat ditunjang dengan teknologi.
“Bertahan atau tergantikan. Pendidik harus terus belajar dan memperbaharui pengetahuan yang dimiliki agar kita bisa selalu mendidik generasi penerus sesuai dengan masanya,” tutup Meiseti.