“Di Coding Camp powered by DBS Foundation, Saya Belajar Problem Solving”

Cerita Achmad Fandi Santoso, Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kudus yang Bertumbuh dan Belajar Problem Solving di Coding Camp powered by DBS Foundation

“Kita tidak bisa melakukan problem solving dengan tingkat pemikiran yang sama seperti saat masalah tersebut tercipta.”
Albert Einstein

Saat banyak orang membutuhkan ruang yang cukup luas untuk “bertumbuh,” Achmad Fandi Santoso (25) memanfaatkan “ruang seadanya” untuk berkembang. Ruang seadanya itu dibangun oleh kondisi ekonomi keluarga yang sederhana serta sumber pengetahuan yang terbatas. Namun, semangat Fandi untuk maju sangatlah besar. Oleh karenanya, saat ia mendapatkan kesempatan untuk belajar di Coding Camp powered by DBS Foundation 2023, Fandi menjadi pribadi dengan pola pikir bertumbuh dan belajar untuk melakukan problem solving.

Belajar Problem Solving Sejak Muda dengan Bekerja Lepas untuk Biayai Sekolah

Achmad Fandi Santoso saat bersekolah

Kesederhanaan adalah sesuatu yang sudah sangat akrab di telinga Fandi sejak kecil. Ia merupakan anak keempat dari lima bersaudara yang lahir dan tumbuh di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga dan ayahnya adalah seorang buruh penjual roti yang berperan sebagai sosok luar biasa bagi Fandi dan saudara-saudaranya.

Setiap hari, ayah Fandi menjajakan roti dan membawa pulang penghasilan sebesar Rp50.000. Dari penghasilan ayah Fandi yang seadanya itu, beliau berhasil menyekolahkan putra-putrinya hingga ke bangku SMA dan Fandi adalah salah satunya.

Selepas lulus SMP, mengikuti jejak kakak-kakaknya, Fandi melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, Fandi memilih untuk bersekolah di SMK dengan harapan bisa segera bekerja dan membantu Bapak selepas lulus nanti. Melanjutkan kuliah adalah hal yang tak pernah ada dalam rencana masa depan Fandi sebelumnya. Akhirnya, Fandi melanjutkan studi di SMKN 1 Magelang, jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ).

“Selama bersekolah di SMK, saya membayar sendiri biaya pendidikan saya karena saya tidak ingin membebani Bapak. Saya menjual jasa desain logo dan translasi bahasa Inggris di platform pekerjaan lepas untuk memperoleh penghasilan,” ceritanya.

Setelah lulus SMK, tantangan lain mengadang Fandi. Ini menuntutnya untuk bisa bertahan, bertumbuh, dan belajar untuk lebih ahli dalam melakukan problem solving terhadap berbagai kesulitan dalam hidupnya.

Orang Pertama di Keluarga yang Berkuliah

Achmad Fandi Santoso dan Keluarga

Setelah tiga tahun belajar di SMKN 1 Magelang, akhirnya, Fandi berhasil lulus. Sayangnya, mencari pekerjaan hanya dengan berbekal ijazah SMK dan tidak memiliki keahlian khusus adalah sesuatu yang sulit. Ini membuat Fandi sempat menjadi pekerja serabutan selama empat tahun.

Setelah merasakan jatuh bangun sebagai seorang pekerja lepas dengan penghasilan tak menentu, salah satu anggota keluarga besar Fandi melihat potensi dalam dirinya. Ia menyemangati Fandi untuk melanjutkan studi ke pendidikan tinggi. Mulanya, Fandi tak percaya diri. Namun, keberhasilan Fandi mendapatkan bantuan biaya pendidikan dari Kartu Indonesia Pintar membuatnya mantap untuk berkuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, jurusan Pendidikan Matematika.

“Alhamdulillah, saya menjadi orang pertama di keluarga yang bisa melanjutkan kuliah. Bapak dan Ibu berharap, saya bisa segera lulus karena mereka ingin melihat salah satu anaknya menjadi sarjana,” tutur Fandi.

Ketika hari-hari Fandi sebagai seorang mahasiswa dimulai, ia menyadari bahwa untuk bisa bersaing di dunia kerja kelak, ia harus memiliki keterampilan khusus. Terlebih saat itu, ia baru saja menonton salah satu konten media sosial Bapak Arsjad Rasjid. Beliau adalah Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), yang menyebutkan bahwa investasi terbesar pada diri seseorang adalah investasi yang dilakukan dari leher ke atas.

Fandi mencerna ucapan beliau baik-baik untuk memahami maksud yang disampaikan. Akhirnya, Fandi menemukan bentuk “investasi” yang perlu ia tanam untuk masa depan kariernya kelak.

Melatih Kemampuan Problem Solving di Coding Camp powered by DBS Foundation 2023

fandi melatih kemampuan problem solving di dbs

Setelah Fandi memikirkan “investasi” terbaik yang bisa ia lakukan untuk masa depannya, akhirnya, ia menemukan bahwa investasi tersebut berkaitan dengan ilmu yang dapat memperluas wawasannya. Fandi mengerti bahwa untuk bisa menjadi seorang talenta dengan peluang kerja yang amat luas, ia harus terjun ke dunia teknologi.

Keputusan Fandi untuk menyeberang dari dunia pendidikan ke dunia teknologi menuntunnya untuk bertemu dengan Dicoding di Instagram. Dari situ, Fandi mendapatkan berbagai informasi beasiswa pendidikan teknologi dan ikut berbagai program yang dilaksanakan oleh Dicoding. Pertemuan Fandi dengan Dicoding inilah yang membuatnya berkenalan dengan program Coding Camp powered by DBS Foundation 2023.

Fandi yang bersemangat untuk berinvestasi ilmu dan belajar problem solving demi masa depannya memutuskan untuk belajar di Coding Camp dan memilih alur DevOps Engineer. Selama lebih dari seratus jam, Fandi mengikuti kelas Belajar Membuat Aplikasi Back-End untuk Pemula, Belajar Dasar Pemrograman JavaScript, dan Belajar Dasar AWS Cloud.

Perjalanan belajar Fandi di Coding Camp bukannya tanpa tantangan. Sebagai seseorang yang berlatar belakang non-IT dan tidak memiliki pengetahuan dasar di bidang pemrograman, Fandi harus berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan setiap kelas yang harus diikutinya. Selain itu, ia pun harus pandai membagi waktu antara belajar di Coding Camp dan berkuliah. Namun, bukan Fandi namanya jika ia tidak mewarisi kegigihan dan keuletan yang dimiliki sang ayah.

Coding Camp powered by DBS Foundation sebagai Bentuk Perhatian Pihak Swasta Terhadap Pengembangan Keterampilan Masyarakat

Achmad Fandi Santoso dan temannya

Banyak hal berubah dalam diri Fandi setelah belajar di Coding Camp powered by DBS Foundation 2023, salah satunya adalah wawasannya di dunia teknologi yang semakin meluas. Selain itu, ia pun jadi menyadari hal lain.

“Setelah belajar di Coding Camp powered by DBS Foundation, saya jadi tahu bahwa di dunia ini, tidak hanya ada pekerjaan yang bersifat kasar. Rupanya, ada juga pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, keuletan, dan intelegensia seperti yang ada di bidang teknologi,” ujarnya.

Selain itu, keikutsertaan Fandi di Coding Camp juga membuka matanya bahwa pihak pemerintahan dan swasta rupanya menaruh perhatian lebih untuk membangun keterampilan masyarakat Indonesia. Salah satu contoh nyata dari perhatian tersebut adalah adanya program beasiswa seperti yang Coding Camp selenggarakan satu ini.

Oleh karenanya, Fandi ingin mendorong teman-temannya yang bercita-cita untuk menyeberang ke dunia teknologi seperti dirinya untuk banyak membekali diri dengan wawasan yang bisa diperoleh di luar ruangan kelas.

Kini, setelah Fandi lulus dari Coding Camp powered by DBS Foundation, ia berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang dapat membantu ekonomi keluarganya. Saat ini, Fandi tengah fokus menjalani perannya sebagai mahasiswa semester 6 dan ikut program belajar yang dicanangkan oleh pemerintah. Bekal yang diperolehnya dari Coding Camp membuat Fandi lebih bersemangat untuk menggali ilmu teknologi dari sumber-sumber lainnya.

“Tentukan tujuanmu terlebih dahulu, kenali potensi dalam diri untuk maju, pahami kekurangan diri untuk diperbaiki, bertanggungjawablah pada pilihanmu, dan senantiasa evaluasi dirimu setelah mengerjakan segala sesuatu,” tutup Fandi.